Monday, June 30, 2014

Ramadhan Tahun ini (1435 H)



Marhaban Ya Ramadhan. Alhamdulillah kita masih bisa bertemu kembali dengan Ramadhan di tahun ini 1435 H. Bertemu kembali dengan bulan yang penuh berkah. Bonus besar-besaran yang tersedia bagi orang-orang yang bertaqwa. Pada 10 hari pertama adalah rahmat. Kemudian, 10 hari kedua adalah maghfirah. Dan sepuluh terkahir di Bulan Ramadhan adalah dijauhkan diri dari siksa api neraka.

Tentunya kedatangannya sangat didamba-dambakan oleh kaum muslim. Disambut dengan hati gembira dengan persiapan hati, fisik, dan mental demi kekhusyukan dalam menjalani ibadah baik wajib maupun sunnah.

Kegembiraan lain untuk penulis sendiri adalah bisa bersama-sama menjalani Ramadhan tahun ini dengan keluarga kecil di gubuk yang mungil. Serasa lebih istimewa.

Dan pada akhirnya, mari kita sambut Ramadhan tahun ini dengan hati yang bersih, niat yang lurus, dan menikmati setiap aktivitas dan ibadah. Semoga ramadhan tahun ini membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Marhaban Ya Ramadhan

Thursday, June 26, 2014

Otonomi Direktorat Jenderal Pajak

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai sebuah institusi di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia memiliki peranan yang vital dalam menyumbangkan penerimaan APBN. Pajak memberikan kontribusi sekitar 70% dari pendapatan negara. Ini bukan hal yang main-main. Namun, sebagai institusi yang penting DJP memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan organisasinya guna mengumpulkan pundi-pundi pajak.

Beberapa pihak menanggapi penerimaan pajak dan menuntut tax ratio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) naik dari 12% ke 17%. Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar DJP menjadi badan tersendiri di bawah pengawasan langsung presiden agar optimal mengumpulkan penerimaan pajak. Wacana-wacana bermunculan di publik, baik media cetak, media sosial terkait Otonomi DJP.

Otonomi secara emitologi berasal dari bahasa Yunani autos yang artinya sendiri dan nomos yang berarti hukuman atau aturan. Otonomi, menurut Ateng Syafruddin (1985:23) adalah kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
Otonomi DJP, bisa berarti kemandirian dalam hal pengadaan Sumber Daya Manusia (SDM), kemandirian dalam penetapan dan pelaksanaan anggaran, dan kemandirian dalam organisasi.

Kemandirian SDM terkait kapasitas pegawai pajak. Selain jumlah pengawai pajak yang minim, DJP pun berhadapan dengan perekrutan SDM pajak yang berkualitas. jangan ada pembatasan dalam perekrutan. Yang mengetahui apa yang menjadi kebutuhan pajak dalam merekrut pegawainya adalah pajak sendiri. Namun, dalam praktiknya yang merekrut pegawai pajak bukanlah pihak pajaknya sendiri.

Kemandirian organisasi terkait kewenangan DJP untuk mengatur perihal Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Kapan membentuk, memperbanyak, ataupun memperbesar hingga mengurangi kapasitas orang di KPP harus menjadi hak penuh DJP. Perlu prosedur yang panjang dan lama untuk memenuhinya.

Kemandirian anggaran, DJP membutuhkan anggaran untuk pelaksanaan kerjanya. Diantaranya juga untuk tunjangan pegawai.

Nah, muncul opsi-opsi otonomi organisasi DJP diantaranya DJP berdiri sendiri dalam bentuk badan langsung di bawah Presiden. Peningkatan kapasitas organisasi DJP merupakan sebuah gagasan yang layak dilaksanakan. Sudah sepantasnya DJP diberi kekuatan agar amanah tersebut dapat terlaksana. Dengan penuh harapan penerimaan pajak akan optimal untuk membiayai APBN demi kepentingan negara dan kesejahteraan rakyat.